Kecamatan Kanigoro merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Blitar. Luas wilayah Kecamatan Kanigoro 3,5 persen dari luas Kabupaten Blitar atau seluas 55,55 Km2. Keberadaannya terletak di tengahtengah wilayah Blitar, Berdasarkan PP No 3 Tahun 2010 terhitung sejak tanggal 5 Januari 2010, Kecamatan Kanigoro ditetapkan sebagai Ibu Kota Kabupaten Blitar, yang sebelumnya berada di wilayah Kota Blitar.
Batas-batas wilayah Kecamatan Kanigoro, sebelah utara berbatasan dengan Kec. Garum Kabupaten dann Kota Blitar, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kec.Talun Kabupaten Blitar, sebelah selatan berbatasan dengan Kec. Kademangan dan Kec. Sutojayan Kabupaten Blitar Sedangkan sebelah barat berbatasan langsung dengan Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar dan Kota Blitar
Daftar nama desa & Kelurahan di keamatan Kanigoro :
Desa :
- Gododeso
- Minggirsari
- Jatinom
- Kuningan
- Gaprang
- Papungan
- Tlogo
- Karangsono
- Banggle
- Sawentar
Kelurahan :
Pariwisata
Candi Sawentar terletak di Desa Sawentar. Desa ini secara administratif masuk wilayah Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar. Sejalan dengan adanya sistem pemerintahan otonomi daerah, segala pengelolaan dan tanggung jawab kelestarian Candi Sawentar dan lingkungannya berada pada pemerintah Kabupaten Blitar. Sedangkan secara teknis arkeologis Candi Sawentar menjadi tanggung jawab Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur di Trowulan.
Berkenaan dengan lokasi dan lingkungannya, sangat disayangkan bahwa akses jalan menuju Candi Sawentar lumayan sulit dilewati, karena jalan menuju candi ini berlubang-lubang. Candi Sawentar terletak kira-kira delapan kilometer dari jalan Raya Garum jurusan Malang-Blitar. Secara geografis Candi Sawentar berada di sebelah timur lereng Gunung Kelud. Juga ditinjau dari topografi lingkungannya, kawasan Sawentar dikelilingi oleh sungai. Sungai yang paling dekat dengan situs Sawentar adalah Ngasinan yang saat ini sudah tidak berfungsi lagi. Sungai ini sekaligus menjadi pemisah antara Candi Sawentar I dan II. Data topografi tersebut menjadikan iklim sekitarnya termasuk dalam kategori tropis, dengan curah hujan 173 mm/tahun dan jumlah hujan rata-rata 124 hari/tahun[1]. Iklim serta pantauan topografi inilah yang memberikan informasi bahwasanya wilayah situs Sawentar dan sekitarnya merupakan tanah yang subur.
Candi Sawentar tidak memiliki sistem zonasi. Untuk sementara ini zonasi yang terdapat dalam Situs Sawentar 1 sudah cukup baik, namun pada Situs Sawentar 2 masih butuh pemugaran dan penjagaan yang lebih tertata. Belum tertatanya Sawentar 2 karena masih dalam proses penelitian dan pengungkapan lagi oleh Balai Arkeologi Yogyakarta.
Candi ini terbuat dari batu andesit berukuran panjang 9,53 m, lebar 6,86 m dan tingginya 10,65 m. Pintu masuk menuju bilik berada di sebelah barat, dengan ornamen makara pada pipi tangga, sedangkan relung-relungnya terdapat pada setiap dinding luar tubuh candi. Di dalam ruangan bilik ditemukan reruntuhan arca dengan pahatan burung garuda, yang dikenal sebagai kendaraan Dewa Wisnu. Berdasarkan hal ini dapat diketahui bahwa Candi Sawentar merupakan bangunan suci yang berlatar belakang agama Hindu.
Nama candi Sawentar disebut-sebut di dalam Kitab Negarakertagama, Candi Sawentar disebut juga Lwa Wentar sebagai salah satu tempat yang dikunjungi oleh raja Hayam Wuruk, seperti yang diungkapkan dalam kitab itu menyebutkan daerah bernama “Lwa Wentar”. Dalam Pupuhnya disebutkan,
“Ndan ring śaka tri tanu rawi ring wēsākā, śri nāthā mūja mara ri palah sābŗtya, jambat sing rāmya pinaraniran lānglitya, ro lwang wentar manguri balitar mwang jimbē”
Artinya:
Lalu pada tahun saka Tritanurawi—1283 (1361 Masehi) Bulan Wesaka (April-Mei), Baginda raja memuja (nyekar) Ke Palah dengan pengiringnya, berlarut-larut setiap yang indah dikunjungi untuk menghibur hati, di Lawang Wentar Manguri Balitar dan Jimbe
Dari ulasan Kitab Negarakretagama di atas diketahui nama Lwa Wentar yang berada di dekat Jimbe dan Blitar. Pada saat ini hanya dijumpai satu wilayah yang memiliki toponimi sama dengan Lwa Wentar, yakni Sawentar, yang juga terdapat situs di wilayah tersebut. Bangunan candi ini dahulunya merupakan sebuah kompleks percandian, karena disekitarnya masih ditemukan sejumlah pondasi yang terbuat dari bata, dan candi ini diduga didirikan pada awal berdirinya Kerajaan Majapahit.