Kabupaten Jombang

Sejarah

Penemuan fosil Homo mojokertensis di lembah Sungai Brantas menunjukkan bahwa seputaran wilayah yang kini adalah Kabupaten Jombang diduga telah dihuni sejak ratusan ribu tahun yang lalu.

Tahun 929, Raja Mpu Sindok memindahkan pusat Kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, diduga karena letusan Gunung Merapi atau serangan Kerajaan Sriwijaya. Beberapa literatur menyebutkan pusat kerajaan yang baru ini terletak di Watugaluh. Suksesor Mpu Sindok adalah Sri Isyana Tunggawijaya (947-985) dan Dharmawangsa (985-1006). Tahun 1006, sekutu Sriwijaya menghancurkan ibukota kerajaan Mataram, dan menewaskan Raja Dharmawangsa. Airlangga, putera mahkota yang ketika itu masih muda, berhasil meloloskan diri dari serbuan Sriwijaya, dan ia menghimpun kekuatan untuk mendirikan kembali kerajaan yang telah runtuh. Bukti petilasan sejarah Airlangga sewaktu menghimpun kekuatan kini dapat dijumpai di Sendang Made, Kecamatan Kudu. Tahun 1019, Airlangga mendirikan Kerajaan Kahuripan, yang kelak wilayahnya meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali; serta mengadakan perdamaian dengan Sriwijaya.

Pada masa Kerajaan Majapahit, wilayah yang kini Kabupaten Jombang merupakan gerbang Majapahit. Gapura barat adalah Desa Tunggorono, Kecamatan Jombang, sedang gapura selatan adalah Desa Ngrimbi, Kecamatan Bareng. Hingga ini banyak dijumpai nama-nama desa/kecamatan yang diawali dengan prefiks mojo-, di antaranya Mojoagung, Mojowarno, Mojojejer, Mojotengah, Mojotrisno, Mojongapit, dan sebagainya. Salah satu peninggalan Majapahit di Jombang adalah Candi Arimbi di Kecamatan Bareng.

Menyusul runtuhnya Majapahit, agama Islam mulai berkembang di kawasan, yang penyebarannya dari pesisir pantai utara Jawa Timur. Jombang kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Mataram Islam. Seiring dengan melemahnya pengaruh Mataram, Kolonialisasi Belanda menjadikan Jombang sebagai bagian dari wilayah VOC pada akhir abad ke-17, yang kemudian sebagai bagian dari Hindia Belanda pada awal abad ke 18, dan juga seperti di daerah lain juga pernah diduduki oleh Bala Tentara Dai Nippon (Jepang) pada tahun 1942 sampai Indonesia merdeka di tahun 1945.

Jombang juga menjadi bagian dari wilayah gerakan revolusi kemerdekaan Indonesia. Etnis Tionghoa juga berkembang dengan adanya tiga kelenteng di wilayah Jombang, dan sampai sekarang masih berfungsi. Etnis Arab juga cukup signifikan berkembang. Hingga kini pun masih ditemukan sejumlah kawasan yang mayoritasnya adalah etnis Tionghoa, dan Arab, terutama di kawasan perkotaan.

Tahun 1811, didirikan Kabupaten Mojokerto, di mana meliputi pula wilayah yang kini adalah Kabupaten Jombang. Jombang merupakan salah satu residen di dalam Kabupaten Mojokerto. Bahkan Trowulan (di mana merupakan pusat Kerajaan Majapahit), adalah masuk dalam kawedanan (onderdistrict afdeeling) Jombang.

Alfred Russel Wallace (1823-1913), naturalis asal Inggris yang memformulasikan Teori Evolusi, dan terkenal akan Garis Wallace, pernah mengunjungi, dan bermalam di Jombang ketika mengeksplorasi keanekaragaman hayati Indonesia.

Tahun 1910, Jombang memperoleh status Kabupaten, yang memisahkan diri dari Kabupaten Mojokerto, dengan Raden Adipati Arya Soeroadiningrat sebagai Bupati Jombang pertama. Masa pergerakan nasional, wilayah Kabupaten Jombang memiliki peran penting dalam menentang kolonialisme. Beberapa putera Jombang merupakan tokoh perintis kemerdekaan Indonesia, seperti KH Hasyim Asy’ari (salah satu pendiri NU dan pernah menjabat ketua Masyumi) dan KH Wachid Hasyim (salah satu anggota BPUPKI termuda, serta Menteri Agama RI pertama).

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur mengukuhkan Jombang sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur.

Jombang termasuk Kabupaten yang masih muda usia, setelah memisahkan diri dari gabungannya dengan Kabupaten Mojokerto yang berada di bawah pemerintahan Bupati Raden Adipati Ario Kromodjojo, yang ditandai dengan tampilnya pejabat yang pertama mulai tahun 1910 sampai dengan tahun 1930 yaitu : Raden Adipati Ario Soerjo Adiningrat.

Menurut sejarah lama, konon dalam cerita rakyat mengatakan bahwa salah satu desa yaitu desa Tunggorono, merupakan gapura keraton Majapahit bagian Barat, sedang letak gapura sebelah selatan di desa Ngrimbi, dimana sampai sekarang masih berdiri candinya. Cerita rakyat ini dikuatkan dengan banyaknya nama-nama desa dengan awalan “Mojo” (Mojoagung, Mojotrisno, Mojolegi, Mojowangi, Mojowarno, Mojojejer, Mojodanu dan masih banyak lagi).

Salah Satu Peninggalan Sejarah di Kabupaten Jombang Candi Ngrimbi, Pulosari Bareng Bahkan di dalam lambang daerah Jombang sendiri dilukiskan sebuah gerbang, yang dimaksudkan sebagai gerbang Mojopahit dimana Jombang termasuk wewenangnya Suatu catatan yang pernah diungkapkan dalam majalah Intisari bulan Mei 1975 halaman 72, dituliskan laporan Bupati Mojokerto Raden Adipati Ario Kromodjojo kepada residen Jombang tanggal 25 Januari 1898 tentang keadaan Trowulan (salah satu onderdistrict afdeeling Jombang) pada tahun 1880.

Sehingga kegiatan pemerintahan di Jombang sebenarnya bukan dimulai sejak berdirinya (tersendiri) Kabupaten jombang kira-kira 1910, melainkan sebelum tahun 1880 dimana Trowulan pada saat itu sudah menjadi onderdistrict afdeeling Jombang, walaupun saat itu masih terjalin menjadi satu Kabupaten dengan Mojokerto. Fakta yang lebih menguatkan bahwa sistem pemerintahan Kabupaten Jombang telah terkelola dengan baik adalah saat itu telah ditempatkan seorang Asisten Resident dari Pemerintahan Belanda yang kemungkinan wilayah Kabupaten Mojokerto dan Jombang Lebih-lebih bila ditinjau dari berdirinya Gereja Kristen Mojowarno sekitar tahun 1893 yang bersamaan dengan berdirinya Masjid Agung di Kota Jombang, juga tempat peribadatan Tridharma bagi pemeluk Agama Kong hu Chu di kecamatan Gudo sekitar tahun 1700.

Konon disebutkan dalam ceritera rakyat tentang hubungan Bupati Jombang dengan Bupati Sedayu dalam soal ilmu yang berkaitang dengan pembuatan Masjid Agung di Kota Jombang dan berbagai hal lain, semuanya merupakan petunjuk yang mendasari eksistensi awal-awal suatu tata pemerintahan di Kabupaten Jombang.

Arti Lambang Daerah

 1359948209_logo_jombang

Bentuk :

Berbentuk perisai, didalamnya berisi gambar : padi dan kapas, gerbang Mojopahit dan benteng, Balai Agung (Pendopo Kabupaten Jombang), menara dan bintang sudut lima diatasnya berdiri pada beton lima tingkat, gunung, dua sungai satu panjang satu pendek.
Arti Gambar :

  • Perisai : Mengandung arti alat untuk melindungi diri dari bahaya.
    Padi dan Kapas berarti kemakmuran, sebagai harapan masyarakat jombang, khususnya bangsa Indonesia umumnya.
  • Gerbang Mojopahit berarti jaman dahulunya Jombang wilayah kerajaan Mojopahit wewengkon krajan sebelah barat.
  • Benteng berarti jaman dulunya Jombang merupakan benteng Mojopahit sebelah barat, hal ini menyebabkan masyarakat bermental kuat, dinamis dan kritis.
  • Balai Agung berarti para pejabat daerah dalam membimbing masyarakat bersifat mengayomi seperti tugas balai yang tetap berdiri tegak dan kukuh, guna memelihara persatuan/kesatuan rakyat di dalam daerahnya.
  • Tangga Beton Lima Tingkat berarti terus tetap berpegang teguh pada landasan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, demi persatuan kesatuan bangsa dan negara Republik Indonesia. Warna Putih berarti dalam menjalankan tugas tetap berpegang pada kesucian, sepi ing pamrih rame ing gawe.
  • Bintang Sudut Lima dan Menara berarti Ketuhanan Yang Maha Esa. Jombang terkenal di segala penjuru tanah air sebagai tempat yang banyak Pondok Pesantren. Pondok-pondok tersebut adalah Tebuireng, Rejoso, Denanyar, Tambak Beras dan sebagainya.
  • Gunung berarti Jombang selain terdiri dari daerah rendah, sebagian terdiri dari tanah pegunungan. Warna Hijau berarti banyak membawa kemakmuran.
  • Dua sungai berarti Kesuburan Jombang dialiri oleh 2 (dua) sungai yaitu Sungai Brantas dan Sungai Konto yang banyak membawa kemakmuran bagi daerah Jombang.

Warna

  • Hijau dan Merah tua : Warna dari perisai berarti perpaduan 2 warna Jo dan Bang (Ijo dan Abang) sama dengan Jombang.
  • Hijau : Kesuburan, ketenangan, kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  • Merah : Keberanian, dinamis dan kritis. Biru Langit Cerah, juga berarti kecerahan wajah rakyat yang optimis.
  • Coklat : Warna Tanah Asli, segala sesuatu menampakkan keasliannya.
  • Kuning : Warna keagungan dan kejayaan.
  • Putih : Kesucian.

Geografi

Luas wilayah kabupaten 115.950 Ha : 1.159,5 Km². Terletak membentang antara 7.20′ dan 7.45′ .Lintang Selatan 5.20º – 5.30 º Bujur Timur. Batas-batas wilayah kabupaten/kota :

  • Sebelah Utara : Kabupaten Lamongan
  • Sebelah Selatan : Kabupaten Kediri
  • Sebelah Timur : Kabupaten Mojokerto
  • Sebelah Barat : Kabupaten Nganjuk

jbg

Administrasi Pemerintahan terdiri dari 21 Kecamatan dan 301 desa, 5 kelurahan. 21 kecamatan tersebut anatara Lain :

  1. Bandar Kedung Milyo
  2. Perak
  3. Gudo
  4. Diwek
  5. Jombang
  6. Megaluh
  7. Tembelang
  8. Ploso
  9. Plandaan
  10. Kabuh
  11. Ngusikan
  12. Kudu
  13. Kesamben
  14. Peterongan
  15. Jogoroto
  16. Sumobito
  17. Mojoagung
  18. Mojowarno
  19. Wonosalam
  20. Bareng
  21. Ngoro

 

Kabupaten Gresik

Sejarah

Gresik sudah dikenal sejak abad ke-11 ketika tumbuh menjadi pusat perdagangan tidak saja antar pulau, tetapi sudah meluas keberbagai negara.Sebagai kota Bandar,gresik banyak dikunjungi pedagang Cina, Arab, Gujarat, Kalkuta, Siam, Bengali, Campa dan lain-lain. Gresik mulai tampil menonjol dalam peraturan sejarah sejak berkembangnya agama islam di tanah jawa. Pembawa dan penyebar agama islam tersebut tidak lain adalah Syech Maulana Malik Ibrahim yang bersama-sama Fatimah Binti Maimun masuk ke Gresik pada awal abad ke-11.

Sejak lahir dan berkembangnya kota Gresik selain berawal dari masuknya agama islam yang kemudian menyebar ke seluruh pulau jawa,tidak terlepas dari nama Nyai Ageng Pinatih, dari janda kaya raya yang juga seorang syahbandar, inilah nantinya akan kita temukan nama seseorang yang kemudian menjadi tonggak sejarah berdirinya kota gresik. Dia adalah seorang bayi asal Blambangan (Kanbupaten Banyuwangi) yang dibuang ke laut oleh orang tuanya, dan ditemukan oleh para pelaut anak buah Nyai Ageng Pinatih yang kemudian diberi nama Jaka Samudra. Setelah perjaka bergelar raden paku yang kemudian menjadi penguasa pemerintah yang berpusat di Giri Kedato,dari tempat inilah beliau kemudian dikenal dengan panggilan Sunan Giri.

Kalau Syeh Maulana Malik Ibrahim pada jamannya dianggap sebagai para penguasa, tiang para raja dan menteri, maka sunan giri disamping kedudukannya sebagai seorang sunan atau wali (Penyebar Agama Islam) juga dianggap sebagai Sultan / Prabu (Penguasa Pemerintahan) Sunan Giri dikelanal menjadi salah satu tokoh wali songo ini,juga dikenal dengan prabu Satmoto atau Sultan Ainul Yaqin.Tahun dimana beliau dinobatkan sebagai pengusaha pemerintahan(1487 M) akhirnya dijadikan sebagai hari lahirnya kota Gresik. Beliau memerintah gresik selama 30 tahun dan dilanjutkan oleh keturunanya sampai kurang lebih 200 tahun

Menjabat sebagai bupati yang pertama adalah Kyai Ngabehi Tumenggung Poesponegoro pada tahun 1617 saka, yang jasadnya dimakamkan di komplek makam Poesponegoro di jalan pahlawan gresik, satu komplek dengan makam Syech Maulana Malik Ibrahim.

Kota Gresik terkenal sebagai kota wali, hal ini ditandai dengan penggalian sejarah yang berkenaan dengan peranan dan keberadaan para wali yang makamnya di Kabupaten Gresik yaitu, Sunan Giri dan Syekh Maulana Malik Ibrahim. Di samping itu, Kota Gresik juga bisa disebut dengan Kota Santri, karena keberadaan pondok-pondok pesantren dan sekolah yang bernuansa Islami, yaitu Madrasah Ibtida’iyah, Tsanawiyah, dan Aliyah hingga Perguruan Tinggi yang cukup banyak di kota ini. Hasil Kerajinan yang bernuansa Islam juga dihasilkan oleh masyarakat Kota Gresik, misalnya kopyah, sarung, mukenah, sorban dan lain-lain.
Semula kabupaten ini bernama Kabupaten Surabaya. Memasuki dilaksanakannya PP Nomer 38 Tahun 1974. Seluruh kegiatan pemerintahan mulai berangsur-angsur dipindahkan ke gresik dan namanya kemudian berganti dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Gresik dengan pusat kegiatan di Kota Gresik.

Kabupaten Gresik yang merupakan sub wilayah pengembangan bagian (SWPB) tidak terlepas dari kegiatan sub wilayah pengembangan Gerbang Kertasusila(Gresik, Bangkalan, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan). Termasuk salah satu bagian dari 9 sub wilayah pengembangan jawa timur yang kegiatannya diarahkan pada sektor pertanian, industri, perdagangan, maritime, pendidikan dan industri wisata.

Dengan ditetapkannya Gresik sebagai bagian salah satu wilaya pengembangan Grebangkertosusila dan juga sabagai wilayah industri, maka kota gresik menjadi lebih terkenal dan termashur, tidak saja di persada nusantara tetapi juga ke seluruh dunia yang ditandai dengan munculnya industri multi modern yang patut dibanggakan bangsa Indonesia.

Lambang & Motto

logo-kabupaten-gresik-jawa-timur

Arti Logo Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
  • Segilima, melambangkan Pancasila yang mendasari sosio cultural, histories, dan aktivitas ekonomi
  • Warna kuning, melambangkan keluhuran budi dan kebijaksanaan, sedangkan warna tepi hitam melambangkan sikap tetap teguh dan abadi
  • Kubah masjid, melambangkan agama yang dianut mayoritas yakni Islam
  • Rantai yang tiada ujung pangkal _ melambangkan persatuan dan kesatuan.
  • Segitiga sama kaki sebagai puncak kubah masjid, melambangkan bahwa tidak ada kekuasaan yang tertinggi selain Tuhan Yang Maha Kuasa.
  • Gapura berwarna abu-abu muda, melambangkan suatu pintu gerbang pertama masuk dalam suatu daerah sebagaimana penghubung antara keadaan diluar dan dalam daerah.
  • Tujuh belas lapisan batu. Melambangkan tanggal 17 yang merupakan pencetus revolusi Indonesia dalam membebaskan diri dari belenggu penjajah
  • Ombak laut yang berjumlah delapan, melambangkan bahwa pada bulan Agustus merupakan awal tercetusnya revolusi Indonesia
  • Mata rantai 45 (empat puluh lima) melambangkan bahwa pada tahun 1954 merupakan tonggak sejarah dan tahun peralihan dari jaman penjajahan menuju jaman kemerdekaan Indonesia yang jaya kekal abadi.
  • Cerobong asap, melambangkan bahwa Kabupaten Gresik adalah daerah pengembangan industri yang letaknya amat strategis bila ditinjau dari persilangan komunikasi baik darat, laut maupun udara.
  • Perahu Layar, garam, ikan laut dan tanah melambangkan bahwa mata pencaharian rakyat Kabupaten Gresik adalah nelayan dan petani.
  • Moto: Satya Bina Kertaraharja berarti Teguh Membangun Kesejahteraan

GEOGRAFI

peta-gresik

Lokasi Kabupaten Gresik terletak di sebelah barat laut Kota Surabaya yang merupakan Ibukota Provinsi Jawa Timur dengan luas wilayah 1.191,25 km2 yang terbagi dalam 18 Kecamatan dan terdiri dari 330 Desa dan 26 Kelurahan.Secara geografis wilayah Kabupaten Gresik terletak antara 112° sampai 113° Bujur Timur dan 7° sampai 8° Lintang Selatan dan merupakan dataran rendah dengan ketinggian 2 sampai 12 meter diatas permukaan air laut kecuali Kecamatan Panceng yang mempunyai ketinggian 25 meter diatas permukaan air laut.Sebagian wilayah Kabupaten Gresik merupakan daerah pesisir pantai, yaitu memanjang mulai dari Kecamatan Kebomas, Gresik, Manyar, Bungah, Sidayu, Ujungpangkah dan Panceng serta Kecamatan Sangkapura dan Tambak yang lokasinya berada di Pulau Bawean. Wilayah Kabupaten Gresik sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Madura dan Kota Surabaya, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lamongan.

Saat ini terdapat 18 kecamatan di Kabupaten Gresik.

  1. Balongpanggang
  2. Benjeng
  3. Bungah
  4. Cerme
  5. Driyorejo
  6. Duduk Sampeyan
  7. Dukun
  8. Gresik
  9. Kebomas
  10. Kedamean
  11. Manyar
  12. Menganti
  13. Panceng
  14. Sangkapura
  15. Sidayu
  16. Tambak
  17. Ujung Pangkah
  18. Wringinanom

Kota Mojokerto

SEJARAH

Pembentukan Pemerintah Kota Mojokerto diawali melalui status sebagai staadsgemente, berdasarkan keputusan Gubernur Jendral Hindia Belanda Nomor 324 Tahun 1918 tanggal 20 Juni 1918.
Pada masa Pemerintahan Penduduk Jepang berstatus Sidan diperintah oleh seorang Si Ku Cho dari 8 Mei 1942 sampai dengan 15 Agustus 1945.
Pada zaman revolusi 1945 – 1950 Pemerintah Kota Mojokerto di dalam pelaksanaan Pemerintah menjadi bagian dari Pemerintah Kabupaten Mojokerto dan diperintah oleh seorang Wakil Walikota disamping Komite Nasional Daerah.
Daerah Otonomi Kota Kecil Mojokerto berdiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950, tanggal 14 Agustus 1950 kemudian berubah status sebagai Kota Praja menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957.
Setelah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 berubah menjadi Kotamadya Mojokerto. Selanjutnya berubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Mojokerto berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974.
Selanjutnya dengan adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah, Kotamadya Daerah Tingkat II Mojokerto seperti Daerah-Daerah yang lain berubah Nomenklatur menjadi Pemerintah Kota Mojokerto.

Mojokerto pernah menjadi sebuah kawedanan dengan Asisten Wedana Bapak Supardi Brototanoyo. Perkembangan selanjutnya Bapak Supardi Brototanoyo menjadi Wedana dan terakhir menjadi Walikota Mojokerto pada saat itu.

Arti Lambang

logo

Lambang Kota Mojokerto ditetapkan berdasarkan PERDA Kotamadya Mojokerto Nomor 3 Tahun 1971 tanggal 26 April 1971 oleh DPRGR Kotamadya Mojokerto.

Bentuk Lambang

1. Daun lambang berbentuk perisai bersudut 5 (lima).
2. Warna lambang hijau dengan pinggir berwarna kuning emas bergambar padi dan kapas.
3. Di tengah daun lambang terlukiskan :

gambar pohon MAJA yang berakar 12, berbuah 9 dan bercabang 3
garis biru yang bergelombang
4. Di bawah daun lambang terdapat gambar pita bertuliskan “Kota Mojokerto”

 


Makna Bentuk dan Warna Lambang

 

1. Perisai adalah pertahanan
2. Sudut 5 menggambarkan Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia PANCASILA
3. Pinggir berwarna kuning emas dengan gambar padi dan kapas melambangkan kemakmuran
4. Garis biru melambangkan Sungai Brantas yang mengalir di tepi kota dan merupakan salah satu prasarana kemakmuran
5. Warna hijau melambangkan kesejahteraan
6. Pohon MAJA yang berakar 12, berbuah 9 dan bercabang 3 mengandung makna angka tahun 1293 yang mengingatkan akan berdirinya kerajaan Majapahit.

GEOGRAFI

map-kota-mojokerto

Secara geografis
Wilayah Kota Mojokerto berada di antara 7°33′ LS dan 122°28′ BT dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Sungai Brantas
Sebelah Timur : Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto
Sebelah Selatan : Kecamatan Sooko dan Puri Kabupaten Mojokerto
Sebelah Barat : Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto

Secara topografis
Wilayah Kota Mojokerto terletak pada ketinggian ±22 meter dari permukaan laut dan kemiringan tanah 0% – 3%. Dengan demikian dapat diperlihatkan bahwa Kota Mojokerto mempunyai permukaan tanah yang relatif datar, sehingga alirah sungai / saluran menjadi relatif lambat dan hal ini mempercepat terjadinya pendangkalan yang pada akhirnya timbul kecenderungan ada genangan pada berbagai bagian kota apabila terjadi hujan.

Jenis tanah
yang terdapat di wilayah Kota Mojokerto sebagian besar terdiri dari aluvial (62.74%) dan grumosol (37.26%). Dari kondisi tersebut jenis tanah di Kota Mojokerto merupakan tanah yang cukup baik untuk usaha pertanian, karena tanah tersebut terdiri dari endapan tanah liat bercampur dengan pasir halus, berwarna hitam kelabu dengan daya penahan air yang cukup baik dan banyak mengandung mineral yang cukup baik bagi tumbuh-tumbuhan.

Kemampuan Tanah
di wilayah Kota Mojokerto di dukung oleh :

Kedalaman efektivitas tanah mencakup keseluruhan wilayah Kota Mojokerto yakni kedalaman 90 cm dan lebih. Wilayah tersebut menunjukkan wilayah yang baik bagi pertumbuhan perakaran tanaman.
Tekstur tanah secara keseluruhan mempunyai kelas tekstur halus / liat yang ditentukan oleh perbandingan fraksi pasir, debu dan tanah liat.
Drainase tabah yang menunjukkan lama dan seringnya tanah jenuh terhadap kandungan air serta kecepatan meresapnya air dari permukaan tanah mencapai 1575,44 Ha ( 95,68 % ) tidak pernah tergenang dan 71,095 Ha ( 4,317 % ) tergenang secara periodik.
Erosi di wilayah Kota Mojokerto hampir sama sekali tidak terjadi mengingat jenis tanahnya aluvial dan grumosol.

Hidrologi

Wilayah Mojokerto merupakan DAS Brantas sepanjang 3,50 km, DAS Kali Brangkal sepanjang 2,25 km dan Kali Sadar sepanjang 2 km, yang manfaatnya cukup besar bagi kehidupan penduduk, khususnya untuk keperluan irigasi pertanian.

Iklim
Iklim di wilayah Kota Mojokerto dicirikan dengan adanya musim hujan dan musim kemarau dengan curah hujan rata-rata 10,58 mm. Curah hujan tersebut mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung pola pertanaman yakni intensitas penggunaan tanah dan tersedianya air pengairan. Sedangkan temperatur mencapai 220 – 310 dengan kelembaban udara 74,3 – 84,8 Mb / hari dan kecepatan angin rata-rata berkisar 3,88 – 6,88 knot / bulan.

Penggunaan Lahan Uraian
Aspek penggunaan tanah / lahan di Kota Mojokerto dapat menggambarkan dominasi penggunaan antara kawasan terbangun dan belum terbangun serta penyebarannya pada tahun 1999 penggunaan tanah / lahan di Kota Mojokerto dapat di diskripsikan sebagai berikut (berdasar wilayah kota Mojokerto dengan luas 16,46 km2) :

Pemukiman = 44,14 %
Pendidikan = 0,79 %
Industri = 4,34 %
Pertanian = 41,76 %
Usaha Perdagangan = 2,76 %
Perkantoran = 2,46 %
Kesehatan = 0,66 %
Sarana Perhubungan= 2,40 %
Kuburan / makam = 0,04 %
Lapangan Olahraga = 0,15 %
Peribadatan = 0,21 %
Lain-lain = 0,24 %

Kota Mojokerto terbagi memnjadi 3 kecamatan yaitu :

  1. Kecamatan Prajurit Kulon
  2. Kecamatan Magersari
  3. Kecamatan Kranggan

Kabupaten Sidoarjo

SEJARAH

Fase pertama adalah berawal  legenda pada tahun 1019 – 1042,–Kerajaan Jawa Timur diperintah Airlangga, lalu membagi daerah kekuasaan menjadi dua kerajaan untuk diberikan ke dua putranya, yakni Kerajaan Daha (Kediri) dan Kerajaan Jenggala. Kerajaan Jenggala yang berdiri tahun 1024 ini kekuasaanya meliputi daerah Delta Brantas dengan ibukota berada di daerah,–sekarang sekitar wilayah Kecamatan Gedangan. Lalu karena perebuatan kekuasaan, Kerajaan Daha dan Kerajaan Jenggala mengobarkan perang saudara yang berakhir dengan kekalahan Jenggala pada 1045. ,–namun ada sumber lain menyebutkan kerajaan Jenggala pada 1060 masih ada, dan baru hilang kira-kira tahun 1902.

 

Selanjutnya memasuki fase pemerintahan kolonial Belanda, diawali tahun 1851. Pemerintah kolonial Belanda telah menandai  daerah Sidoarjo bernama Sidokare yang bagian dari kabupaten Surabaya. Daerah Sidokare dipimpin seorang patih bernama R. Ng. Djojohardjo, bertempat tinggal di kampung Pucang Anom. Lalu  tahun 1859, berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda no. 9/1859 tanggal 31 Januari 1859 Staatsblad No. 6, daerah Kabupaten Surabaya dibagi menjadi dua bagian yaitu Kabupaten Surabaya dan Kabupaten Sidokare.

 

Dengan demikian Kabupaten Sidokare telah berpisah dengan Kabupaten Surabaya, lalu diangkat bupati pertama, yaitu R. Notopuro (R.T.P Tjokronegoro) yang bertempat tinggal di kampung Pandean. Seiring perjalanan waktu pada tahun 1859 itu,– berdasarkan Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No. 10/1859 tanggal 28 Mei 1859 Staatsblad. 1859 nama Kabupaten Sidokare berubah menjadi Kabupaten Sidoarjo. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa secara resmi terbentuknya Daerah Kabupaten Sidoarjo adalah tangal 28 Mei 1859 dan sebagai Bupati I adalah R.Notopuro atau bergelar R.T.P Tjokronegoro I.

 

Selama berkuasa, Bupati mendirikan masjid di Pekauman atau sekarang bernama Masjid Abror dan Masjid Jamik atau sekarang Masjid Agung sebagai peninggalan bupati yang wafat pada tahun 1862. Sebagai gantinya pada tahun 1863 diangkat kakak alnarhum sebagai Bupati Sidoarjo, yaitu Bupati R.T.A.A Tjokronegoro II (Kanjeng Djimat Djokomono). Pada masa pemerintahan  Tjokronegoro II telah memberikan perhatian besar atas pembangunan, di antaranya meneruskan pembangunan Masjid Jamik  perbaikan terhadap Pesarean Pendem.

 

Pada tahun 1883 Bupati Tjokronegoro II telah pensiun dan wafat, lalu digantikan  R.P Sumodiredjo pindahan dari Tulungagung, namun hanya berjalan 3 bulan karena wafat. Selanjutnya, digantikan R.A.A.T. Tjondronegoro I hingga berganti-ganti namun tetap seputar keluarga R.A.A.T Tjondronegoro hingga berakhir seiring perubahan pemerintahan dari kolonial   Belanda ke pemerintahan kolonial Jepang pada 1942 hingga 1945. Nah, masa pedudukan Jepang, Kabupaten Sidoarjo telah dipimpin Bupati  R.A.A. Sujadi. Ketika Jepang menyerah dari sekutu pada 1945, lalu Indonesia Merdeka, namun Belanda kembali mencoba mendudukinya. Bahkan mengusai daerah Sidoarjo dibawah pemerintah Recomba,–kepanjangan tangan atau boneka pemerintah Balanda yang mengangkat  K. Ng. Soebekti Poespanoto. R. Soeharto, sebagai bupatinya. Baru tahun 1949, daerah Sidoarjo dikembalikan ke Pemerintah Indonesia, telah diangkat R. Soeriadi Kertosoeprojo sebagai  Bupati/Kepala Daerah di Kabupaten Sidoarjo. Di sini, boleh dibilang masa yang penuh dinamika seiring terjadinya kekecauan keamanan,–bahkan segala macam infiltrasi, terutama dari pihak yang tidak menyukai adanya Republik Indonesia. Namun semua itu akhirnya bisa teratasi, hingga seiring perjalanan waktu kepala daerah Kabupaten Sidoarjo terus silih berganti. Dan saat ini Kabupaten Sidoarjo dipimpin  Bupati H. Saiful Ilah SH,MHum dengan didampingi Wakil Bupati H. Nur Ahmad Syaifuddin SH dengan masa jabatan 2016-2021. Dalam membangun, kepemimpinan Bupati H. Saiful Ilah dengan H. Nur Ahmad Syaiffudin mempunyai visi dan misi ;  “Mewujudkan Kabupaten Sidoarjo Yang Inovatif, Mandiri, Sejahtera dan Berkelanjutan”.

Arti Lambang

logo-kabupaten-sidoarjo-jawa-timur

Lambang Daerah Kabupaten Sidoarjo terdiri dari 4 bagian :

 

  1. Sebuah segilima beraturan yang sisi-sisinya berbentuk kurung kurawal melambangkan. Falsafah Pancasila yang juga mengandung arti bahwa rakyat Daerah Kabupaten Sidoarjo telah mentrapkan ajaran Pancasila dengan tertib dan pasti
  2. Sebuah bintang bersudut lima melambangkan : KeTuahanan Yang Maha Esa yang menggambarkan kehidupan ber-KeTuhanan / beragama dari rakyat Daerah Kabupaten Sidoarjo
  3. Setangkai padi, depalan belas butir dan sebatang tebu lima ruas dengan bentuk bulat melambangkan : Hasil bumi yang paling penting dalam daerah Kabupaten Sidoarjo. Sedangkan bentuk yang membulat dari padi dan tebu tersebut menggambarkan kebulatan tekad untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur. 18 (delapan belas) butir padi menunjukkan banyaknya Kecamatan dalam daerah Kabupaten Sidoarjo.
  4. Ikan bandeng dan ikan udang membentuk hurus ” S ” melambangkan : Hasil tambak dalam daerah Kabupaten Sidoarjo. Bentuk hurus ” S ” dari ikan bandeng dan ikan udang tersebut menunjukkan huruf pertama dari Sidoarjo

 

MAKNA WARNA-WARNA YANG DI PAKAI DALAM LAMBANG KABUPATEN SIDOARJO

  1. Warna Biru Laut pada lambang berarti air yang menggambarkan bahwa Daerah Kabupaten Sidoarjo yang terkenal dengan nama : “DELTA BRANTAS” dikelilingi air yaitu sungai dan laut. Warna biru laut yang terlepas dalam lingkaran padi dan tebu berarti air yang menggambarkan bahwa daerah Kabupaten Sidoarjo adalah daerah tambak yang banyak menghasilkan ikan bandeng dan ikan udang.
  2. Warna dasar Hijau menggambarkan kesuburan daerah Kabupaten Sidoarjo (Delta Brantas)
  3. Warna Kuning pada bintang, padi, tebu dan pita menggambarkan kesejahteraan rakyat Kabupaten Sidoarjo
  4. Warna Hitam pada tebu, ikan bandeng, ikan udang dan tulisa Kabupaten Sidoarjo menggambarkan keteguhan Iman rakyat daerah Kabupaten Sidoarjo.
  5. Warna Abu-abu ikan bandeng dan ikan udang adalah warna pelengkap.

 

SLOGAN / MOTTO

SIDOARJO PERMAI BERSIH HATINYA

(Pertanian Maju, Andalan Industri, Bersih, Rapi, Serasi, Hijau, Sehat, Indah dan Nyaman)

Artinya Kabupaten Sidoarjo merupakan daerah pertanian yang subur sebagai lumbung pangan, mempertahankan pertanian yang maju agar bisa swasembada pangan dengan cara identifikasi pertanian dan menggunakan mekanisasi teknologi tepat guna, di samping itu mendorong perkembangan industri yang semakin meningkat, maka kedua hal ini harus berkembang secara serasi. Selain itu masyarakat Kabupaten Sidoarjo berbudaya hidup dengan lingkungan yang bersih, rapi, serasi, hijau, sehat, indah dan nyaman.

GEOGRAFI
Kabupaten Sidoarjo sebagai salah satu penyangga Ibukota Propinsi Jawa Timur merupakan daerah yang mengalami perkembangan pesat. Keberhasilan ini dicapai karena berbagai potensi yang ada di wilayahnya seperti industri dan perdagangan, pariwisata, serta usaha kecil dan menengah dapat dikemas dengan baik dan terarah.

Dengan adanya berbagai potensi daerah serta dukungan sumber daya manusia yang memadai, maka dalam perkembangannya Kabupaten Sidoarjo mampu menjadi salah satu daerah strategis bagi pengembangan perekonomian regional.

Kabupaten Sidoarjo terletak antara 112 5’ dan 112 9’ Bujur Timur dan antara 7 3’ dan 7 5’ Lintang Selatan. Batas sebelah utara adalah Kotamadya Surabaya dan Kabupaten Gresik, sebelah selatan adalah Kabupaten Pasuruan, sebelah timur adalah Selat Madura dan sebelah barat adalah Kabupaten Mojokerto.

Topografi :

Dataran Delta dengan ketinggian antar 0 s/d 25 m, ketinggian 0-3m dengan luas 19.006 Ha, meliputi 29,99%, merupakan daerah pertambakkan yang berada di wilayah bagian timur

Wilayah Bagian Tengah yang berair tawar dengan ketinggian 3-10 meter dari permukaan laut merupakan daerah pemukiman, perdagangan dan pemerintahan. Meliputi 40,81 %.

Wilayah Bagian Barat dengan ketinggian 10-25 meter dari permukaan laut merupakan daerah pertanian. Meliputi 29,20%

Hidrogeologi : Daerah air tanah, payau, dan air asin mencapai luas 16.312.69 Ha. Kedalaman air tanah rata-rata 0-5 m dari permukaan tanah.

Hidrologi :

Kabupaten Sidoarjo terletak diantara dua aliran sungai yaitu Kali Surabaya dan Kali Porong yang merupakan cabang dari Kali Brantas yang berhulu di kabupaten Malang.

Klimatologi :

 

Beriklim topis dengan dua musim, musim kemarau pada bulan Juni sampai Bulan Oktober dan musim hujan pada bulan Nopember sampai bulan Mei.

Struktur Tanah :

Alluvial kelabu seluas 6.236,37 Ha

Assosiasi Alluvial kelabu dan Alluvial Coklat seluas 4.970,23 Ha

Alluvial Hidromart seluas 29.346,95 Ha

Gromosal kelabu Tua Seluas 870,70 Ha

logo-kabupaten-sidoarjo-jawa-timur

Kabupaten Sidoarjo terbagi menjadi 18 kecamatan antara lain :

  1. Sidoarjo
  2. Wonoayu
  3. Krembung
  4. Gedangan
  5. Taman
  6. Waru
  7. Balongbedno
  8. Tarik
  9. Prambon
  10. Krian
  11. Sukodono
  12. Buduran
  13. Sedati
  14. Jabon
  15. Porong
  16. Tanggulangin
  17. Candi
  18. Tulangan

 

Kecamatan Ngasem, Kab. Kediri

ngasem

Kecamatan Ngasem merupakan pecahan dari Kecamatan Gampengrejo. Kecamatan Ngasem resmi terbentuk sejak 1 Januari 2009. Luas wilayah Kecamatan Ngasem 22,09 Km2 . Kecamatan ini terdiri dari 12 desa . Semua desa terletak di daerah dataran rendah. Batas wilayahnya sebelah barat Kota Kediri & Kecamatan Gampengrejo, sebelah utara Kecamatan Pagu, sebelah timur Kecamatan Gurah, serta sebelah selatan berbatasan dengan Kota Kediri.Secara de jure, Ngasem merupakan ibu kota Kabupaten Kediri karena terdapat kantor Bupati dan kantor DPRD yang tepatnya di Desa Sukorejo.

Daftar nama desa di Kecamatan Ngasem :

  1. Wonocatur
  2. Nambaan
  3. Toyoresmi
  4. Sumberejo
  5. Paron
  6. Tugurejo
  7. Gogorante
  8. Doko
  9. Ngasem
  10. Sukorejo
  11. Karangrejo
  12. Kwadungan

Pariwisata

Monumen Simpang Lima Gumul

Monumen Simpang Lima Gumul atau biasa disingkat SLG adalah salah satu bangunan yang menjadi ikon Kabupaten Kediri yang bentuknya menyerupai Arc de Triomphe yang berada di Paris, Perancis. SLG mulai dibangun pada tahun 2003 dan diresmikan pada tahun 2008, yang digagas oleh Bupati Kediri saat itu, Sutrisno. Bangunan ini terletak di Desa Tugurejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, tepatnya di pusat pertemuan lima jalan yang menuju ke Gampengrejo, Pagu, Pare, Pesantren dan Plosoklaten, Kediri.
Jika Arc de Triomphe dibangun untuk menghormati para pejuang yang bertempur dan mati bagi Perancis dalam Revolusi Perancis dan Perang Napoleon, namun belum ada kejelasan mengapa dan untuk menghormati siapa Monumen Simpang Lima Gumul Kediri ini dibangun. Dalam beberapa sumber menyebutkan, bahwa didirikannya monumen ini dikarenakan terinspirasi dari Jongko Jojoboyo, raja dari Kerajaan Kediri abad ke-12 yang ingin menyatukan lima wilayah di Kabupaten Kediri.
Selain sebagai ikon sebuah kota, saat ini SLG juga menjadi sentra (pusat) ekonomi dan perdagangan baru (Central Business District) di Kabupaten Kediri, sehingga diharapkan dapat membuat perekonomian Kediri semakin bertambah maju.Monumen Simpang Lima Gumul berlokasi di kawasan yang strategis dan dilengkapi dengan beragam sarana umum, seperti gedung pertemuan (convention hall), gedung serbaguna (multipupose), Bank daerah, terminal bus antar kota dan MPU (Mobil Penumpang Umum), pasar temporer (buka pada waktu-waktu tertentu) Sabtu-Minggu dan sarana rekreasi seperti wisata air Water Park Gumul Paradise Island.